DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
15 October 2024

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Dalam Pancasila, Agama Menyatukan Bukan Memecah Belah –

5 min read

Pancasila adalah ideologi yang di dalamnya telah mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia yaitu agama, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial. Namun, Pancasila selalu dibenturkan oleh kelompok radikalisme yang mengatasnamakan agama untuk melakukan radikalisasi. Padahal, sejatinya Pancasila sudah merangkul prinsip agama yang rahmat dan maslahat dan di dalam Pancasila, agama itu menyatukan bukan memecah belah.

Ketua Umum Pengurus Besar Mathlaul Anwar KH Embay Mulya Syarief mengatakan, sudah sangat jelas bahwa sila-sila yang ada pada Pancasila mengacu kepada beberapa ayat Al-Qur’an. Karena itu, sangat disayangkan jika bangsa Indonesia justru dipecah belah dengan narasi berkemasan agama yang keliru.

“Sudah jelas bahwa Pancasila itu mengacu kepada beberapa ayat Al-Qur’an. Jangan sampai bangsa kita ini dipecah belah dengan menggunakan kemasan agama. Karena agama itu menyatukan, bukan memecah belah,” ujar KH Embay Mulya Syarief, di Pandeglang, Jumat (12/8).

Kiai Embay menjelaskan, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan Surat Al-Ikhlas ayat 1. “Katakan Allah itu esa. Esa dalam dzat dan esa dalam sifat dan perbuatan. Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa, tiada Tuhan selain Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,” jelasnya.

Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Kiai Embai menerangkan, kata adil dan adab merupakan bahasa Al-Qur’an itu. Kemudian sila ketiga, Persatuan Indonesia. Hal tersebut merupakan perintah agar umat manusia jangan terpecah-belah.

“Dulu bangsa kita ini kan ada 200 kerajaan lebih, dan hampir 400 tahun kita dijajah Belanda karena kita tidak bersatu. Nah, ketika Allah menyatukan hati bangsa Indonesia kita bersatu. Kita bisa merebut kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan,” kata Kiai Embai.

Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Kiai Embai menerangkan, kata hikmah itu juga ada dalam Al-Qur’an. Demikian juga kata permusyawaratan juga bahasa Al-Qur’an. Sedangkan kata wakil dari kata perwakilan termasuk sifat Allah. “Wakil itu artinya tempat sandaran. Silakan cari di kitab suci lain pasti tidak ada,” ucapnya.

Sedangkan sila kelima, Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, merupakan cita-cita. Sila kelima ini bisa terwujud kalau empat sila sebelumnya dijalankan.

“Jadi, kelima sila itu semua merupakan kesepakatan. Islam itu agama yang melarang kita untuk melanggar kesepakatan. Pancasila itu adalah kesepakatan konsensus nasional yang dicetuskan oleh para pendiri bangsa ini,” katanya.

Sayangnya, lanjutnya, banyak masyarakat yang belum paham terkait hal ini. Mereka cenderung terjebak dalam kepercayaan bahwa Pancasila, demokrasi dan nasionalisme adalah thogut dan merupakan sebuah kontradiksi dalam agama.

Ia melanjutkan, Islam sejatinya tidak pernah mengatur terkait bentuk negara. Bentuknya diserahkan kepada kesepakatan yang ada. Hal-hal inilah yang perlu disosialisasikan secara sistematis dan masif mulai dari tingkat nasional sampai ke lingkungan RT, guna memantapkan pemahaman masyarakat terkait kekeliruan narasi kontradiksi antara agama dan negara.

“Ini harus terus-menerus disosialisasikan. Misalnya harus ada semacam TOT, training of trainer, dari mulai tingkat nasional sampai ke tingkat RT. Diundang para mufassir (ahli tafsir Al-Quran), karena sekarang agama banyak disalahgunakan,” tegasnya.

Kiai Embay juga menyinggung terkait pengakuan Abu Bakar Baasyir yang pada akhirnya mengakui keselarasan Pancasila dengan Al-Qur’an. Ia menyambut bahagia kabar tersebut.

Namun, fakta tersebut tidak membuat ia lantas bisa bernapas lega. Sebab, masih ada kelompok radikal lain yang terus menyebarkan narasi mempertentangkan Pancasila dan Agama serta gerakan ideologisasi agama di Indonesia.

Untuk itu, dirinya mendorong ketegasan Pemerintah melalui regulasi yang mengatur penceramah atau tokoh yang membawa dan mengkampanyekan narasi bertentangan dengan ideologi Pancasila maupun memprovokasi masyarakat hingga menimbulkan segregasi. “Pemerintah harus menindak tegas untuk orang-orang yang membuat narasi narasi yang jelas-jelas menyerang negara, yang memecah belah bangsa. Itu sangat bahaya kalau didiamkan, pemerintah harus tegas. Sehingga regulasi juga harus ada,” ujar Kiai Embay mengakhiri.■
]]> , Pancasila adalah ideologi yang di dalamnya telah mencakup seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia yaitu agama, kemanusiaan, persatuan, musyawarah, dan keadilan sosial. Namun, Pancasila selalu dibenturkan oleh kelompok radikalisme yang mengatasnamakan agama untuk melakukan radikalisasi. Padahal, sejatinya Pancasila sudah merangkul prinsip agama yang rahmat dan maslahat dan di dalam Pancasila, agama itu menyatukan bukan memecah belah.

Ketua Umum Pengurus Besar Mathlaul Anwar KH Embay Mulya Syarief mengatakan, sudah sangat jelas bahwa sila-sila yang ada pada Pancasila mengacu kepada beberapa ayat Al-Qur’an. Karena itu, sangat disayangkan jika bangsa Indonesia justru dipecah belah dengan narasi berkemasan agama yang keliru.

“Sudah jelas bahwa Pancasila itu mengacu kepada beberapa ayat Al-Qur’an. Jangan sampai bangsa kita ini dipecah belah dengan menggunakan kemasan agama. Karena agama itu menyatukan, bukan memecah belah,” ujar KH Embay Mulya Syarief, di Pandeglang, Jumat (12/8).

Kiai Embay menjelaskan, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini sesuai dengan Surat Al-Ikhlas ayat 1. “Katakan Allah itu esa. Esa dalam dzat dan esa dalam sifat dan perbuatan. Tuhan kalian adalah Tuhan yang Esa, tiada Tuhan selain Dia Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,” jelasnya.

Sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Kiai Embai menerangkan, kata adil dan adab merupakan bahasa Al-Qur’an itu. Kemudian sila ketiga, Persatuan Indonesia. Hal tersebut merupakan perintah agar umat manusia jangan terpecah-belah.

“Dulu bangsa kita ini kan ada 200 kerajaan lebih, dan hampir 400 tahun kita dijajah Belanda karena kita tidak bersatu. Nah, ketika Allah menyatukan hati bangsa Indonesia kita bersatu. Kita bisa merebut kemerdekaan dan mempertahankan kemerdekaan,” kata Kiai Embai.

Sila keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Kiai Embai menerangkan, kata hikmah itu juga ada dalam Al-Qur’an. Demikian juga kata permusyawaratan juga bahasa Al-Qur’an. Sedangkan kata wakil dari kata perwakilan termasuk sifat Allah. “Wakil itu artinya tempat sandaran. Silakan cari di kitab suci lain pasti tidak ada,” ucapnya.

Sedangkan sila kelima, Keadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, merupakan cita-cita. Sila kelima ini bisa terwujud kalau empat sila sebelumnya dijalankan.

“Jadi, kelima sila itu semua merupakan kesepakatan. Islam itu agama yang melarang kita untuk melanggar kesepakatan. Pancasila itu adalah kesepakatan konsensus nasional yang dicetuskan oleh para pendiri bangsa ini,” katanya.

Sayangnya, lanjutnya, banyak masyarakat yang belum paham terkait hal ini. Mereka cenderung terjebak dalam kepercayaan bahwa Pancasila, demokrasi dan nasionalisme adalah thogut dan merupakan sebuah kontradiksi dalam agama.

Ia melanjutkan, Islam sejatinya tidak pernah mengatur terkait bentuk negara. Bentuknya diserahkan kepada kesepakatan yang ada. Hal-hal inilah yang perlu disosialisasikan secara sistematis dan masif mulai dari tingkat nasional sampai ke lingkungan RT, guna memantapkan pemahaman masyarakat terkait kekeliruan narasi kontradiksi antara agama dan negara.

“Ini harus terus-menerus disosialisasikan. Misalnya harus ada semacam TOT, training of trainer, dari mulai tingkat nasional sampai ke tingkat RT. Diundang para mufassir (ahli tafsir Al-Quran), karena sekarang agama banyak disalahgunakan,” tegasnya.

Kiai Embay juga menyinggung terkait pengakuan Abu Bakar Baasyir yang pada akhirnya mengakui keselarasan Pancasila dengan Al-Qur’an. Ia menyambut bahagia kabar tersebut.

Namun, fakta tersebut tidak membuat ia lantas bisa bernapas lega. Sebab, masih ada kelompok radikal lain yang terus menyebarkan narasi mempertentangkan Pancasila dan Agama serta gerakan ideologisasi agama di Indonesia.

Untuk itu, dirinya mendorong ketegasan Pemerintah melalui regulasi yang mengatur penceramah atau tokoh yang membawa dan mengkampanyekan narasi bertentangan dengan ideologi Pancasila maupun memprovokasi masyarakat hingga menimbulkan segregasi. “Pemerintah harus menindak tegas untuk orang-orang yang membuat narasi narasi yang jelas-jelas menyerang negara, yang memecah belah bangsa. Itu sangat bahaya kalau didiamkan, pemerintah harus tegas. Sehingga regulasi juga harus ada,” ujar Kiai Embay mengakhiri.■

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2024. PT Juan Global. All rights reserved. DigiBerita.com. |