DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
4 December 2024

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Isu Akuisisi BTN Syariah-BSI Bikin Pengembang Gelisah, Ini Alasannya –

7 min read

Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Junaidi Abdillah menyampaikan kegelisahan pengembang saat mendengar isu merger atau akuisisi BTN Syariah, Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).

Soalnya, realisasi KPR, termasuk KPR FLPP untuk rumah subsidi, rata-rata berada di BTN dan BTN Syariah dengan 66 persen. Sementara kontribusi BSI hanya 3 persen.

“Pemikiran kita, bagaimana nasib rakyat yang ingin KPR BTN Syariah dialihkan dengan paksa? Hak konstitusi nasabah dan rakyat dipaksa untuk berpindah tanpa mengajak musyawarah terlebih dulu. Jadi ada hak konstitusi rakyat di situ,” ujar Junaidi. 

Hal itu disampaikannya dalam talkshow bertajuk “Pencaplokan” BTN Syariah Ancam Program Sejuta Rumah, yang diadakan Kornas-Pera, di Jakarta, Jumat (22/7).

Apersi sepakat dengan cita-cita Program Sejuta Rumah dan pemulihan ekonomi nasional pasca Covid-19 yang dilakukan pemerintah.

Diingatkan Junaidi, semangat Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut harus didukung penuh oleh semua pihak. “Jangan malah gaduh dan menghambat semangat pemulihan ekonomi,” tegasnya.

Kegelisahan pengembang itu dinilai logis, mengingat ke depan juga tidak ada kepastian pelaku usaha properti dapat memperoleh kredit konstruksi dan kredit pembebasan lahan ketika merger dilakukan. Soalnya, bank yang sudah merger saja sampai sekarang belum solid.

“Apersi menilai, jangan mengambil alih bank yang sudah berjalan dengan baik. Selain itu, perlu diingat bahwa salah satu penggerak ekonomi adalah pengembang dan 90 persen sektor properti ini melibatkan tenaga padat karya,” ingat Junaidi.

Pengambilalihan BTN Syariah ini juga menjadi isu yang sensitif karena bank yang mau mengambil adalah bank fokus pembiayaan UMKM.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida meminta pemerintah mempertimbangkan secara matang secara hukum rencana akuisisi BTN Syariah oleh BSI. Soalnya, BTN Syariah adalah satu-satunya bank syariah yang fokus di perumahan.

“Kalau nanti BTN Syariah digabung atau dilebur ke bank lain, maka tinggal BTN konvensional sendirian yang fokus pada pembiayaan rumah subsidi. Padahal persentase penyaluran KPR FLPP bersubsidi justru seharusnya ditambah termasuk bank fokusnya,” ujar Totok.

Dia pun khawatir, kalau tidak ada BTN dan BTN Syariah, siapa yang akan memberikan kredit konstruksi dan kredit pembebasan lahan. Padahal mayoritas developer rumah subsidi adalah UMKM.

Karena itu, kata Totok, jika tidak ada kredit untuk developer rumah subsidi maka tidak akan ada yang akan merealisasikan pembangunan rumah rakyat.

“Sekali lagi ini mohon dipertimbangkan ulang, sehingga pembiayaan perumahan terlebih untuk MBR tidak mengalami stagnasi. Pengadaan rumah rakyat ini dijamin konstitusi dan mayoritas yang membutuhkan adalah para pekerja/buruh,” pinta Totok.

Pekerja memang menjadi salah satu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang berharap tetap ada konsistensi pembiayaan perumahan.

Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Pramuji Hari Purnama menyebutkan sesuai hasil Kongres V KSPI mendorong kepemilikan perumahan menjadi satu dari tiga program prioritas KSPI.

“Penciptaan kesejahteraan buruh tidak cukup hanya sandang dan pangan saja, tetapi juga papan,” jelasnya.

Sejauh ini, KSPI melihat, hanya BTN yang berbicara tentang pembiayaan untuk rumah MBR. Banyak pekerja tinggal yang disebut Rumah BTN.

“Program Sejuta Rumah ini sangat masuk akal karena dari jumlah pekerja tetap saat ini masih banyak yang belum punya rumah. Karena itu, KSPI berharap eksistensi BTN, termasuk BTN Syariah di dalamnya, tetap dipertahankan,” harap Pramuji.

 

Senada, Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas-Pera) menegaskan akuisisi atau merger tersebut justru memperlemah dan mempersulit akses MBR untuk mendapatkan pembiayaan perumahan khususnya yang berbasis syariah. Hal itu karena BTN Syariah tidak dapat terlepas dari ekosistem pembiayaan perumahan.

“Ingat, perumahan rakyat adalah amanat konstitusi negara Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. BTN Syariah itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem, kinerja, dan kultur pembiayaan perumahan bersubsidi yang merupakan bagian penting dalam Program Sejuta Rumah,” tegas Ketua Umum Kornas-Pera, Muhammad Joni.

Oleh karena perumahan rakyat adalah mandatory konstitusi dan juga program strategis nasional, maka BTN dan UUS (BTN Syariah) harus saling bergandengan tangan.

Kornas-Pera, menurut Joni, sangat setuju dengan harapan para stakeholder perumahan bahwa BTN Syariah harus dibiarkan terus berkembang maju dan menjadi bagian dari pembiayaan yang fokus di perumahan.

Selain itu, jika diambil atau dipindahkannya BTN Syariah ke BSI dimaksudkan untuk menyediakan industri perbankan halal yang lebih kuat, maka hal itu harus dilakukan dengan cara yang thoyyib (baik) dan sesuai perundang-undangan.

“Halal tidak titik, tapi harus thoyyib juga. Kalau pemisahan itu menghapus keberadaan BTN Syariah, itu artinya tidak thoyyib karena menghilangkan sistem, kinerja dan kultur BTN Syariah yang sudah sangat baik,” ujar dia sembari mendorong BTN Syariah lebih dibesarkan.

Joni pun meminta pemerintah tidak melupakan sejarah. Diingatkannya, Bung Karno pada 1964 telah mengukuhkan keberadaan BTN dari sekadar bank pos menjadi permodelan institusi pembiayaan perumahan.

“BTN punya roadmap menjadi bank pembiayaan perumahan terbaik di Asia Tenggara tahun 2025. Apakah agenda BTN itu masih relevan dan tidak menjadi backfire apabila diambil alih oleh bank lain,” ucap Joni. ■
]]> , Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) Junaidi Abdillah menyampaikan kegelisahan pengembang saat mendengar isu merger atau akuisisi BTN Syariah, Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN), oleh PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI).

Soalnya, realisasi KPR, termasuk KPR FLPP untuk rumah subsidi, rata-rata berada di BTN dan BTN Syariah dengan 66 persen. Sementara kontribusi BSI hanya 3 persen.

“Pemikiran kita, bagaimana nasib rakyat yang ingin KPR BTN Syariah dialihkan dengan paksa? Hak konstitusi nasabah dan rakyat dipaksa untuk berpindah tanpa mengajak musyawarah terlebih dulu. Jadi ada hak konstitusi rakyat di situ,” ujar Junaidi. 

Hal itu disampaikannya dalam talkshow bertajuk “Pencaplokan” BTN Syariah Ancam Program Sejuta Rumah, yang diadakan Kornas-Pera, di Jakarta, Jumat (22/7).

Apersi sepakat dengan cita-cita Program Sejuta Rumah dan pemulihan ekonomi nasional pasca Covid-19 yang dilakukan pemerintah.

Diingatkan Junaidi, semangat Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut harus didukung penuh oleh semua pihak. “Jangan malah gaduh dan menghambat semangat pemulihan ekonomi,” tegasnya.

Kegelisahan pengembang itu dinilai logis, mengingat ke depan juga tidak ada kepastian pelaku usaha properti dapat memperoleh kredit konstruksi dan kredit pembebasan lahan ketika merger dilakukan. Soalnya, bank yang sudah merger saja sampai sekarang belum solid.

“Apersi menilai, jangan mengambil alih bank yang sudah berjalan dengan baik. Selain itu, perlu diingat bahwa salah satu penggerak ekonomi adalah pengembang dan 90 persen sektor properti ini melibatkan tenaga padat karya,” ingat Junaidi.

Pengambilalihan BTN Syariah ini juga menjadi isu yang sensitif karena bank yang mau mengambil adalah bank fokus pembiayaan UMKM.

Sementara itu, Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Paulus Totok Lusida meminta pemerintah mempertimbangkan secara matang secara hukum rencana akuisisi BTN Syariah oleh BSI. Soalnya, BTN Syariah adalah satu-satunya bank syariah yang fokus di perumahan.

“Kalau nanti BTN Syariah digabung atau dilebur ke bank lain, maka tinggal BTN konvensional sendirian yang fokus pada pembiayaan rumah subsidi. Padahal persentase penyaluran KPR FLPP bersubsidi justru seharusnya ditambah termasuk bank fokusnya,” ujar Totok.

Dia pun khawatir, kalau tidak ada BTN dan BTN Syariah, siapa yang akan memberikan kredit konstruksi dan kredit pembebasan lahan. Padahal mayoritas developer rumah subsidi adalah UMKM.

Karena itu, kata Totok, jika tidak ada kredit untuk developer rumah subsidi maka tidak akan ada yang akan merealisasikan pembangunan rumah rakyat.

“Sekali lagi ini mohon dipertimbangkan ulang, sehingga pembiayaan perumahan terlebih untuk MBR tidak mengalami stagnasi. Pengadaan rumah rakyat ini dijamin konstitusi dan mayoritas yang membutuhkan adalah para pekerja/buruh,” pinta Totok.

Pekerja memang menjadi salah satu Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) yang berharap tetap ada konsistensi pembiayaan perumahan.

Wakil Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Pramuji Hari Purnama menyebutkan sesuai hasil Kongres V KSPI mendorong kepemilikan perumahan menjadi satu dari tiga program prioritas KSPI.

“Penciptaan kesejahteraan buruh tidak cukup hanya sandang dan pangan saja, tetapi juga papan,” jelasnya.

Sejauh ini, KSPI melihat, hanya BTN yang berbicara tentang pembiayaan untuk rumah MBR. Banyak pekerja tinggal yang disebut Rumah BTN.

“Program Sejuta Rumah ini sangat masuk akal karena dari jumlah pekerja tetap saat ini masih banyak yang belum punya rumah. Karena itu, KSPI berharap eksistensi BTN, termasuk BTN Syariah di dalamnya, tetap dipertahankan,” harap Pramuji.

 

Senada, Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas-Pera) menegaskan akuisisi atau merger tersebut justru memperlemah dan mempersulit akses MBR untuk mendapatkan pembiayaan perumahan khususnya yang berbasis syariah. Hal itu karena BTN Syariah tidak dapat terlepas dari ekosistem pembiayaan perumahan.

“Ingat, perumahan rakyat adalah amanat konstitusi negara Pasal 28H ayat (1) UUD 1945. BTN Syariah itu adalah bagian yang tidak terpisahkan dari sistem, kinerja, dan kultur pembiayaan perumahan bersubsidi yang merupakan bagian penting dalam Program Sejuta Rumah,” tegas Ketua Umum Kornas-Pera, Muhammad Joni.

Oleh karena perumahan rakyat adalah mandatory konstitusi dan juga program strategis nasional, maka BTN dan UUS (BTN Syariah) harus saling bergandengan tangan.

Kornas-Pera, menurut Joni, sangat setuju dengan harapan para stakeholder perumahan bahwa BTN Syariah harus dibiarkan terus berkembang maju dan menjadi bagian dari pembiayaan yang fokus di perumahan.

Selain itu, jika diambil atau dipindahkannya BTN Syariah ke BSI dimaksudkan untuk menyediakan industri perbankan halal yang lebih kuat, maka hal itu harus dilakukan dengan cara yang thoyyib (baik) dan sesuai perundang-undangan.

“Halal tidak titik, tapi harus thoyyib juga. Kalau pemisahan itu menghapus keberadaan BTN Syariah, itu artinya tidak thoyyib karena menghilangkan sistem, kinerja dan kultur BTN Syariah yang sudah sangat baik,” ujar dia sembari mendorong BTN Syariah lebih dibesarkan.

Joni pun meminta pemerintah tidak melupakan sejarah. Diingatkannya, Bung Karno pada 1964 telah mengukuhkan keberadaan BTN dari sekadar bank pos menjadi permodelan institusi pembiayaan perumahan.

“BTN punya roadmap menjadi bank pembiayaan perumahan terbaik di Asia Tenggara tahun 2025. Apakah agenda BTN itu masih relevan dan tidak menjadi backfire apabila diambil alih oleh bank lain,” ucap Joni. ■

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2024. PT Juan Global. All rights reserved. DigiBerita.com. |