Menghemat Politik Identitas (8) Arti Politik Identitas –
4 min readPolitik identitas sesungguhnya ialah proses dan interaksi sosial politik yang didasari oleh ikatan emosi keagamaan dan primordialisme, seperti kesukuan, kedaerahan, dan jenis kelamin.
Politik identitas ini muncul sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan atas sebuah kelompok mainstream atau kelompok penguasa, lalu memilih jalur politik untuk memperjuangkan kepentingannya melalui agenda-agenda politik dengan mengikuti prinsip-prinsip demokrasi.
Politik identitas sulit dihilangkan karena masih tetap mengikuti alur konstitusi yang mengizinkan setiap warga negara atau kelompok masyarakat untuk mengekspresikan hak-hak politiknya. Malah kalau dilarang justru berhadapan dengan prinsip-perinsip demokrasi yang sudah diterima secara umum di dalam masyarakat.
Di antara beberapa politik identitas yang sering mengemuka di Indonesia ialah politik identitas agama, politik identitas gender, dan politik identitas kesukuan atau kedaerahan.
Politik identitas agama ialah interaksi politik yang mengusung persamaan ikatan rasa keagamaan tertentu yang amat kuat dan sengaja ditonjolkan untuk menjadi salah satu kekuatan kelompok kepentingan dalam mencapai target politik mereka. Sebagai contoh, di masa lampau pernah dikenal partai-partai politik yang bercorak keagamaan, seperti Masyumi, NU, PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia), Perhimpunan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), dan Partai Persatuan Thariqat Indonesia.
Perkembangan sejarah selanjutnya partai-partai Islam mengalami fusi, terutama dalam paroh kedua pemerintahan Orde Baru. Partai-partai berberbasis Islam dilebur ke dalam wadah bersama yang mengambil bentuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Belakangan ini masih tetap muncul, hanya ada yang secara terang-terangan menyebut diri sebagi partai politik berbasis Islam seperti Partai Keadilan Sejahtera, PPP. Sementara PKB dan PAN meskipun berlatar belakang aliran keagamaan Islam, tetapi menamakan dirinya sebagai partai terbuka bagi penganut agama-agama lain.
Politik identitas berbasis gender meskipun tidak memiliki partai politik tertentu tetapi beberapa partai politik seringkali mengusung isu kesetaraan jender sebagai tema-tema kampanye.
Kaum perempuan yang selama ini terpinggirkan diperjuangkan untuk memperoleh hak, bahkan muncul istilah politik affirmative actions yang secara khusus memberikan kepemihakan terhadap kaum perempuan guna mengejar keterwakilan mereka dalam berbagai lini dalam sistem politik dan sosial kemasyarakatan.
PDIP tak terkecuali dalam hal ini karena memang semenjak dahulu ditokohi oleh seorang perempuan kuat dan beberapa kali menjadi partai pemenang pemilu.
Politik identitas etnik, yang mengangkat isu-isu primordialisme kesukuan, kedaerahan, warna kulit, dan keunikan lokal lainnya, sering juga mengemuka dalam wacana perpolitikan nasional kita. Contoh yang agak sensitif ialah keterwakilan suku dan etnik dalam penyusunan kabinet.
Siapapun presidennya, pertimbangan agama, etnik, dan kedaerahan selalu menjadi salah satu unsur penting yang selalu menjadi perhatian. Munculnya tokoh-tokoh masyarakat berbagai etnik pada hampir setiap pengurus partai politik menjadi salah satu contoh dalam hal ini. Itu penting sebagai penggaet suara (vote getter), guna mengumpulkan suara dari daerah yang menjadi asal tokoh etnik tersebut.
Dengan demikian, politik identitas bagi bangsa Indonesia yang majemuk ini memang perlu mendapatkan perhatian khusus, dalam arti menata aturan main agar jangan sampai politik identitas menjadi bumerang bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. ■
Apalagi partai politik peserta Pemilu 2024 yang akan datang lebih ramai lagi. Pesta demokrasi penting. Tapi yang lebih penting lagi ialah persatuan dan kesatuan Indonesia di bawah wadah tetap NKRI.
]]> , Politik identitas sesungguhnya ialah proses dan interaksi sosial politik yang didasari oleh ikatan emosi keagamaan dan primordialisme, seperti kesukuan, kedaerahan, dan jenis kelamin.
Politik identitas ini muncul sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan atas sebuah kelompok mainstream atau kelompok penguasa, lalu memilih jalur politik untuk memperjuangkan kepentingannya melalui agenda-agenda politik dengan mengikuti prinsip-prinsip demokrasi.
Politik identitas sulit dihilangkan karena masih tetap mengikuti alur konstitusi yang mengizinkan setiap warga negara atau kelompok masyarakat untuk mengekspresikan hak-hak politiknya. Malah kalau dilarang justru berhadapan dengan prinsip-perinsip demokrasi yang sudah diterima secara umum di dalam masyarakat.
Di antara beberapa politik identitas yang sering mengemuka di Indonesia ialah politik identitas agama, politik identitas gender, dan politik identitas kesukuan atau kedaerahan.
Politik identitas agama ialah interaksi politik yang mengusung persamaan ikatan rasa keagamaan tertentu yang amat kuat dan sengaja ditonjolkan untuk menjadi salah satu kekuatan kelompok kepentingan dalam mencapai target politik mereka. Sebagai contoh, di masa lampau pernah dikenal partai-partai politik yang bercorak keagamaan, seperti Masyumi, NU, PSII (Partai Syarikat Islam Indonesia), Perhimpunan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), dan Partai Persatuan Thariqat Indonesia.
Perkembangan sejarah selanjutnya partai-partai Islam mengalami fusi, terutama dalam paroh kedua pemerintahan Orde Baru. Partai-partai berberbasis Islam dilebur ke dalam wadah bersama yang mengambil bentuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP).
Belakangan ini masih tetap muncul, hanya ada yang secara terang-terangan menyebut diri sebagi partai politik berbasis Islam seperti Partai Keadilan Sejahtera, PPP. Sementara PKB dan PAN meskipun berlatar belakang aliran keagamaan Islam, tetapi menamakan dirinya sebagai partai terbuka bagi penganut agama-agama lain.
Politik identitas berbasis gender meskipun tidak memiliki partai politik tertentu tetapi beberapa partai politik seringkali mengusung isu kesetaraan jender sebagai tema-tema kampanye.
Kaum perempuan yang selama ini terpinggirkan diperjuangkan untuk memperoleh hak, bahkan muncul istilah politik affirmative actions yang secara khusus memberikan kepemihakan terhadap kaum perempuan guna mengejar keterwakilan mereka dalam berbagai lini dalam sistem politik dan sosial kemasyarakatan.
PDIP tak terkecuali dalam hal ini karena memang semenjak dahulu ditokohi oleh seorang perempuan kuat dan beberapa kali menjadi partai pemenang pemilu.
Politik identitas etnik, yang mengangkat isu-isu primordialisme kesukuan, kedaerahan, warna kulit, dan keunikan lokal lainnya, sering juga mengemuka dalam wacana perpolitikan nasional kita. Contoh yang agak sensitif ialah keterwakilan suku dan etnik dalam penyusunan kabinet.
Siapapun presidennya, pertimbangan agama, etnik, dan kedaerahan selalu menjadi salah satu unsur penting yang selalu menjadi perhatian. Munculnya tokoh-tokoh masyarakat berbagai etnik pada hampir setiap pengurus partai politik menjadi salah satu contoh dalam hal ini. Itu penting sebagai penggaet suara (vote getter), guna mengumpulkan suara dari daerah yang menjadi asal tokoh etnik tersebut.
Dengan demikian, politik identitas bagi bangsa Indonesia yang majemuk ini memang perlu mendapatkan perhatian khusus, dalam arti menata aturan main agar jangan sampai politik identitas menjadi bumerang bagi persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia. ■
Apalagi partai politik peserta Pemilu 2024 yang akan datang lebih ramai lagi. Pesta demokrasi penting. Tapi yang lebih penting lagi ialah persatuan dan kesatuan Indonesia di bawah wadah tetap NKRI.
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID