DigiBerita.com | Bahasa Indonesia
9 October 2024

Digiberita.com

Berita Startup dan Ekonomi Digital

Perbedaan Jam Sekolah Dan Kerja Tak Atasi Kemacetan Solusinya: Perluas Angkutan Umum Yang Aman Dan Nyaman –

4 min read

Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mengusulkan waktu masuk kerja dan sekolah di Jakarta dibedakan alias tidak berbarengan. Langkah ini diyakini bisa mengurangi kemacetan di Ibu Kota.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengatakan, pihaknya mengkaji sejumlah kebijakan untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Salah satunya, mengatur waktu masuk kerja dan sekolah agar tidak bersamaan.

Usulan ini didapat dari hasil analisis kemacetan Jakarta pada jam sibuk di pagi hari. Menurutnya, pekerja dan pelajar berangkat pada jam bersamaan sehingga menimbulkan kemacetan. Karena itu, pihaknya mendorong agar ada peraturan yang bisa membagi waktu aktivitas masyarakat.

“Misalnya, kelompok anak sekolah masuk jam 7 pagi, kelompok pekerja esensial jam 8 atau 9. Nah, yang kritikal bisa jam 10 atau 11. Dengan begitu, mereka tidak berangkat di waktu yang sama,” kata Latif, di Jakarta, Rabu (20/7).

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku sudah mendiskusikan usulan pengaturan jam kerja tersebut.

“Pemprov (Pemerintah Provinsi) DKI Jakarta akan mempertimbangkan usulan tersebut. Kami akan melihat sejauh mana efektivitas aturan tersebut dalam mengurangi kemacetan,” kata Riza.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak menolak usulan tersebut. Menurutnya, aturan tersebut membingungkan.

“Ini sifatnya situasional atau sementara?” tanya Gilbert, Rabu (20/7). Gilbert menyinggung pengaturan jam sekolah yang pernah dilakukan di Jakarta menjadi lebih pagi. Ternyata, kebijakan itu tidak mengurangi kemacetan.

“Faktor utama kemacetan adalah jumlah kendaraan yang terus bertambah melebihi pertumbuhan jalan,” ucapnya.

Politisi PDIP ini menilai, pengaturan jam kerja bukan solusi jitu. “Solusi tepat untuk mengatasi kemacetan di Jakarta ya dengan memperbaiki transportasi umum dan menaikkan pajak mobil,” katanya.

 

Gilbert mendorong peningkatan layanan transportasi publik. Dia mengkritik operasional Transjakarta yang masih sering mengalami kecelakaan. Disayangkannya, DKI belum mengatasi masalah itu. Dan, lebih fokus memperbaiki halte.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai, pengaturan jam masuk kerja bukan wacana baru. Ide tersebut sudah ada sejak zaman Gubernur Sutiyoso. Bahkan, saat era Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sempat diterapkan. Namun, kebijakan tersebut sudah terbukti kurang efektif.

“Secara logika pengaturan jam masuk kerja oke, tapi untuk implementasinya berat, tidak efektif,” kata dia kepada Rakyat Merdeka, Kamis (21/7).

Sekarang ini, lanjut Trubus, wacana tersebut tidak relevan. Karena, banyak perusahaan tengah menata kembali bisnisnya usai pandemi Covid-19.

“Ketika pengaturan jam masuk kerja diubah berpotensi memberatkan perusahaan,” ujarnya.

Sebab, jika aturan tersebut diterapkan biaya operasional perusahaan akan membengkak.

Senada dengan Gilbert, Trubus berpendapat, cara yang paling efektif untuk mengatasi kemacetan adalah mendorong masyarakat beralih menggunakan transportasi umum.

“Pemerintah harus menyediakan dan menjamin transportasi umum yang aman dan nyaman,” tegasnya.

Trubus menilai, transportasi umum saat ini belum aman dan nyaman. Belakangan marak kasus pelecehan seksual dan kecelakaan. “Sebaiknya Pemerintah fokus saja membenahi layanan transportasi publik,” sarannya.

Dia juga menyarankan Pemprov mendorong penerapan pola kerja hybrid. Membagi karyawan bekerja di kantor dan di rumah. “Selama pandemi, cara itu malah cukup berhasil tekan kemacetan,” tandasnya. ■
]]> , Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mengusulkan waktu masuk kerja dan sekolah di Jakarta dibedakan alias tidak berbarengan. Langkah ini diyakini bisa mengurangi kemacetan di Ibu Kota.

Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman mengatakan, pihaknya mengkaji sejumlah kebijakan untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Salah satunya, mengatur waktu masuk kerja dan sekolah agar tidak bersamaan.

Usulan ini didapat dari hasil analisis kemacetan Jakarta pada jam sibuk di pagi hari. Menurutnya, pekerja dan pelajar berangkat pada jam bersamaan sehingga menimbulkan kemacetan. Karena itu, pihaknya mendorong agar ada peraturan yang bisa membagi waktu aktivitas masyarakat.

“Misalnya, kelompok anak sekolah masuk jam 7 pagi, kelompok pekerja esensial jam 8 atau 9. Nah, yang kritikal bisa jam 10 atau 11. Dengan begitu, mereka tidak berangkat di waktu yang sama,” kata Latif, di Jakarta, Rabu (20/7).

Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria mengaku sudah mendiskusikan usulan pengaturan jam kerja tersebut.

“Pemprov (Pemerintah Provinsi) DKI Jakarta akan mempertimbangkan usulan tersebut. Kami akan melihat sejauh mana efektivitas aturan tersebut dalam mengurangi kemacetan,” kata Riza.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak menolak usulan tersebut. Menurutnya, aturan tersebut membingungkan.

“Ini sifatnya situasional atau sementara?” tanya Gilbert, Rabu (20/7). Gilbert menyinggung pengaturan jam sekolah yang pernah dilakukan di Jakarta menjadi lebih pagi. Ternyata, kebijakan itu tidak mengurangi kemacetan.

“Faktor utama kemacetan adalah jumlah kendaraan yang terus bertambah melebihi pertumbuhan jalan,” ucapnya.

Politisi PDIP ini menilai, pengaturan jam kerja bukan solusi jitu. “Solusi tepat untuk mengatasi kemacetan di Jakarta ya dengan memperbaiki transportasi umum dan menaikkan pajak mobil,” katanya.

 

Gilbert mendorong peningkatan layanan transportasi publik. Dia mengkritik operasional Transjakarta yang masih sering mengalami kecelakaan. Disayangkannya, DKI belum mengatasi masalah itu. Dan, lebih fokus memperbaiki halte.

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah menilai, pengaturan jam masuk kerja bukan wacana baru. Ide tersebut sudah ada sejak zaman Gubernur Sutiyoso. Bahkan, saat era Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok sempat diterapkan. Namun, kebijakan tersebut sudah terbukti kurang efektif.

“Secara logika pengaturan jam masuk kerja oke, tapi untuk implementasinya berat, tidak efektif,” kata dia kepada Rakyat Merdeka, Kamis (21/7).

Sekarang ini, lanjut Trubus, wacana tersebut tidak relevan. Karena, banyak perusahaan tengah menata kembali bisnisnya usai pandemi Covid-19.

“Ketika pengaturan jam masuk kerja diubah berpotensi memberatkan perusahaan,” ujarnya.

Sebab, jika aturan tersebut diterapkan biaya operasional perusahaan akan membengkak.

Senada dengan Gilbert, Trubus berpendapat, cara yang paling efektif untuk mengatasi kemacetan adalah mendorong masyarakat beralih menggunakan transportasi umum.

“Pemerintah harus menyediakan dan menjamin transportasi umum yang aman dan nyaman,” tegasnya.

Trubus menilai, transportasi umum saat ini belum aman dan nyaman. Belakangan marak kasus pelecehan seksual dan kecelakaan. “Sebaiknya Pemerintah fokus saja membenahi layanan transportasi publik,” sarannya.

Dia juga menyarankan Pemprov mendorong penerapan pola kerja hybrid. Membagi karyawan bekerja di kantor dan di rumah. “Selama pandemi, cara itu malah cukup berhasil tekan kemacetan,” tandasnya. ■

]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Copyright © 2020 - 2024. PT Juan Global. All rights reserved. DigiBerita.com. |