Tak Kapok Diblokir, Makin Meresahkan Pinjol Ilegal, Ayo Tumpas Sampai Ke Akar-akarnya! –
6 min readTindakan penyedia jasa pinjaman online (pinjol) ilegal bikin geleng-geleng kepala. Selain tak kapok diblokir Pemerintah, mereka berani mencatut platform fintech legal. Duh, aksinya makin meresahkan.
Sedikitnya 17 platform aplikasi pinjol ilegal disinyalir melakukan replikasi terhadap pinjol legal. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sudah melaporkan temuan itu ke aparat penegak hukum.
Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam Lumban Tobing mendukung upaya AFPI memberantas praktik pinjol ilegal.
“Kami sangat mendorong penegakan hukum terhadap pelaku pinjol ilegal ini, termasuk upaya AFPI untuk melapor ke polisi sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi para pelaku,” ucap Tongam kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Tongam, AFPI sudah berkoordinasi dengan SWI. Salah satunya melalui surat permintaan AFPI yang dikirim kepada pihaknya, agar SWI memblokir situs atau aplikasi ilegal tersebut melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
“Kami sudah mengajukan pemblokiran. Nilai kerugian belum diketahui,” jelas Tongam.
Terpisah, Direktur Eksekutif ICT (Information and Communications Technology) Institute Heru Sutadi mengajak semua pihak harus ikut serta dalam memberantas pinjol ilegal. Caranya, dengan melaporkan pinjol ilegal kepada pihak berwajib.
“SWI kan sudah berulang kali memblokir aplikasinya, tapi nyatanya pinjol ilegal terus bermunculan dengan nama-nama baru tapi layanannya sama,” kata Heru kemarin kepada Rakyat Merdeka.
Dengan kondisi itu, menurut Heru, pemberantasan pinjol ilegal harus sampai kepada akar-akarnya. Jika tidak akan merugikan masyarakat. Apalagi modus kejahatan mereka selalu berkembang.
“Saya yakin SWI, Kemenkominfo dan Kepolisian bisa secara tuntas mengatasi hal ini. Masyarakat juga diminta terus melapor jika menemukan pinjol ilegal,” imbaunya.
Yang tak kalah penting, sambung Heru, aturan mengenai perlindungan data pribadi harus diperketat. Sebab, pinjol ilegal bisa mengakses data debitur dalam handphone secara ilegal.
Ia mengatakan, sejauh ini OJK baru mengatur bahwa pinjol hanya boleh mengakses kamera, mikrofon, dan lokasi debitur.
“Tapi belum ada aturan spesifik mengenai perlindungan data pribadi. Ada Rancangan Pelindungan Data Pribadi (PDP), namun sampai ini belum juga rampung pembahasannya. Semoga bisa segera diselesaikan,” harap Heru.
Ia menyebut, kehadiran pinjol ilegal lebih banyak mudharat-nya karena bunga yang dikenakan melebihi lintah darat. Terlebih, apabila debitur menunggak pembayaran. Mereka bisa dipermalukan dengan menghubungi semua kontak pada handphone debitur secara ilegal.
“Saya berharap pinjol ilegal tak menyudutkan pinjol legal yang sebenarnya sangat bagus. Karena mereka memberikan kemudahan akses pendanaan bagi masyarakat yang belum tersentuh layanan finansial atau perbankan (unbankable),” tuturnya.
Rusak Reputasi
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko bertindak tegas terhadap pihak yang diduga melakukan tindak replikasi, atau pencatutan aplikasi pinjol legal milik para anggotanya.
Dugaan replikasi ini merugikan para penyelenggara fintech pendanaan berizin maupun masyarakat luas.
Ia mengungkapkan, AFPI telah menerima banyak sekali laporan sejak 2021 mengenai dugaan replikasi platform pinjaman online legal.
“Laporan-laporan tersebut masuk dari masyarakat luas maupun oleh penyelenggara fintech pendanaan berizin, yang diduga menjadi korban,” kata Sunu dalam keterangan resminya, Senin (15/8).
Sampai saat ini, kata Sunu, AFPI telah menerima laporan dari 17 penyelenggara platform fintech pendanaan yang telah berizin. Mereka menyampaikan adanya replikasi dari platform yang mereka kelola.
Para anggota AFPI tersebut telah dirugikan aksi pinjol ilegal. Karena, hal itu merusak reputasi mereka.
Replikasi tersebut, imbuh Sunu, diduga dilakukan pihak tertentu dengan membuat aplikasi, situs, akun WhatsApp, hingga akun sosial media, seperti Instagram, Facebook, dan lainnya yang terindikasi palsu. Pihak tersebut disebut mengatasnamakan, mencatut, menyalahgunakan nama, logo, maupun merek dari 17 penyelenggara platform fintech pendanaan yang telah berizin.
Adapun 17 platform penyelenggara fintech pendanaan berizin yang merupakan anggota AFPI tersebut, di antaranya Dompet Kilat, Klik Kami, Dana Rupiah, Gradana, Mekar, dana IN, AsetKu, KlikA2C, DanaBagus, PinjamanGo, IKI Modal, AdaPundi, AdaKami, Rupiah Cepat, dan Indodana.
“Dugaan tindakan replikasi ini tidak hanya merugikan penyelenggara fintech pendanaan berizin, juga menyebabkan kerugian materiil bagi masyarakat luas,” katanya.
Untuk mengatasi masalah itu, AFPI sudah menunjuk Mandela Sinaga dari Surya Mandela & Partners selaku kuasa hukum afiliasi AFPI dan 17 penyelenggara platform fintech pendanaan berizin. Pihaknya telah mempersiapkan seluruh bukti.
Menurut Mandela, diduga kuat motif pelaku untuk mencari keuntungan materil dengan melakukan penipuan kepada masyarakat luas, dengan mengatasnamakan platform fintech pendanaan berizin.
“Kerugian yang disebabkan karena adanya permasalahan ini tentu sangat masif. Dan kami harus melakukan upaya hukum agar tidak berjatuhan korban lebih banyak lagi di masyarakat,” jelas Mandela.
AFPI berharap, kepolisian dapat menindak tegas oknum-oknum tersebut agar tidak ada masyarakat yang tertipu dengan modus operandi yang sama.
“Kami juga berharap pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang diduga telah melakukan pencatutan atau replikasi ini, bisa menghentikan segala upaya penyalahgunaan atas nama, merek, logo seluruh penyelenggara fintech pendanaan berizin,” pungkasnya. ■
]]> , Tindakan penyedia jasa pinjaman online (pinjol) ilegal bikin geleng-geleng kepala. Selain tak kapok diblokir Pemerintah, mereka berani mencatut platform fintech legal. Duh, aksinya makin meresahkan.
Sedikitnya 17 platform aplikasi pinjol ilegal disinyalir melakukan replikasi terhadap pinjol legal. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sudah melaporkan temuan itu ke aparat penegak hukum.
Ketua Satgas Waspada Investasi (SWI) Tongam Lumban Tobing mendukung upaya AFPI memberantas praktik pinjol ilegal.
“Kami sangat mendorong penegakan hukum terhadap pelaku pinjol ilegal ini, termasuk upaya AFPI untuk melapor ke polisi sehingga dapat menimbulkan efek jera bagi para pelaku,” ucap Tongam kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Menurut Tongam, AFPI sudah berkoordinasi dengan SWI. Salah satunya melalui surat permintaan AFPI yang dikirim kepada pihaknya, agar SWI memblokir situs atau aplikasi ilegal tersebut melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
“Kami sudah mengajukan pemblokiran. Nilai kerugian belum diketahui,” jelas Tongam.
Terpisah, Direktur Eksekutif ICT (Information and Communications Technology) Institute Heru Sutadi mengajak semua pihak harus ikut serta dalam memberantas pinjol ilegal. Caranya, dengan melaporkan pinjol ilegal kepada pihak berwajib.
“SWI kan sudah berulang kali memblokir aplikasinya, tapi nyatanya pinjol ilegal terus bermunculan dengan nama-nama baru tapi layanannya sama,” kata Heru kemarin kepada Rakyat Merdeka.
Dengan kondisi itu, menurut Heru, pemberantasan pinjol ilegal harus sampai kepada akar-akarnya. Jika tidak akan merugikan masyarakat. Apalagi modus kejahatan mereka selalu berkembang.
“Saya yakin SWI, Kemenkominfo dan Kepolisian bisa secara tuntas mengatasi hal ini. Masyarakat juga diminta terus melapor jika menemukan pinjol ilegal,” imbaunya.
Yang tak kalah penting, sambung Heru, aturan mengenai perlindungan data pribadi harus diperketat. Sebab, pinjol ilegal bisa mengakses data debitur dalam handphone secara ilegal.
Ia mengatakan, sejauh ini OJK baru mengatur bahwa pinjol hanya boleh mengakses kamera, mikrofon, dan lokasi debitur.
“Tapi belum ada aturan spesifik mengenai perlindungan data pribadi. Ada Rancangan Pelindungan Data Pribadi (PDP), namun sampai ini belum juga rampung pembahasannya. Semoga bisa segera diselesaikan,” harap Heru.
Ia menyebut, kehadiran pinjol ilegal lebih banyak mudharat-nya karena bunga yang dikenakan melebihi lintah darat. Terlebih, apabila debitur menunggak pembayaran. Mereka bisa dipermalukan dengan menghubungi semua kontak pada handphone debitur secara ilegal.
“Saya berharap pinjol ilegal tak menyudutkan pinjol legal yang sebenarnya sangat bagus. Karena mereka memberikan kemudahan akses pendanaan bagi masyarakat yang belum tersentuh layanan finansial atau perbankan (unbankable),” tuturnya.
Rusak Reputasi
Sekretaris Jenderal AFPI Sunu Widyatmoko bertindak tegas terhadap pihak yang diduga melakukan tindak replikasi, atau pencatutan aplikasi pinjol legal milik para anggotanya.
Dugaan replikasi ini merugikan para penyelenggara fintech pendanaan berizin maupun masyarakat luas.
Ia mengungkapkan, AFPI telah menerima banyak sekali laporan sejak 2021 mengenai dugaan replikasi platform pinjaman online legal.
“Laporan-laporan tersebut masuk dari masyarakat luas maupun oleh penyelenggara fintech pendanaan berizin, yang diduga menjadi korban,” kata Sunu dalam keterangan resminya, Senin (15/8).
Sampai saat ini, kata Sunu, AFPI telah menerima laporan dari 17 penyelenggara platform fintech pendanaan yang telah berizin. Mereka menyampaikan adanya replikasi dari platform yang mereka kelola.
Para anggota AFPI tersebut telah dirugikan aksi pinjol ilegal. Karena, hal itu merusak reputasi mereka.
Replikasi tersebut, imbuh Sunu, diduga dilakukan pihak tertentu dengan membuat aplikasi, situs, akun WhatsApp, hingga akun sosial media, seperti Instagram, Facebook, dan lainnya yang terindikasi palsu. Pihak tersebut disebut mengatasnamakan, mencatut, menyalahgunakan nama, logo, maupun merek dari 17 penyelenggara platform fintech pendanaan yang telah berizin.
Adapun 17 platform penyelenggara fintech pendanaan berizin yang merupakan anggota AFPI tersebut, di antaranya Dompet Kilat, Klik Kami, Dana Rupiah, Gradana, Mekar, dana IN, AsetKu, KlikA2C, DanaBagus, PinjamanGo, IKI Modal, AdaPundi, AdaKami, Rupiah Cepat, dan Indodana.
“Dugaan tindakan replikasi ini tidak hanya merugikan penyelenggara fintech pendanaan berizin, juga menyebabkan kerugian materiil bagi masyarakat luas,” katanya.
Untuk mengatasi masalah itu, AFPI sudah menunjuk Mandela Sinaga dari Surya Mandela & Partners selaku kuasa hukum afiliasi AFPI dan 17 penyelenggara platform fintech pendanaan berizin. Pihaknya telah mempersiapkan seluruh bukti.
Menurut Mandela, diduga kuat motif pelaku untuk mencari keuntungan materil dengan melakukan penipuan kepada masyarakat luas, dengan mengatasnamakan platform fintech pendanaan berizin.
“Kerugian yang disebabkan karena adanya permasalahan ini tentu sangat masif. Dan kami harus melakukan upaya hukum agar tidak berjatuhan korban lebih banyak lagi di masyarakat,” jelas Mandela.
AFPI berharap, kepolisian dapat menindak tegas oknum-oknum tersebut agar tidak ada masyarakat yang tertipu dengan modus operandi yang sama.
“Kami juga berharap pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang diduga telah melakukan pencatutan atau replikasi ini, bisa menghentikan segala upaya penyalahgunaan atas nama, merek, logo seluruh penyelenggara fintech pendanaan berizin,” pungkasnya. ■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID