Bamsoet Apresiasi Menpora Raih Gelar Profesor Kehormatan dari Unnes –
5 min readKetua MPR Bambang Soesatyo mengapresiasi dikukuhkannya Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali sebagai Profesor Kehormatan dalam bidang Ilmu Kebijakan Olahraga pada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang (Unnes). Pengukuhan dilakukan Rektor Unnes Fathur Rokhman, di Gedung Auditorium Prof Wuryanto Unnes, Sabtu (20/8).
“Menpora dalam orasi ilmiah bertajuk ‘Kebijakan Olahraga Nasional Menuju Indonesia Emas Tahun 2045 (Penerapan Metode TARSIL dalam Kebijakan Pembangunan Olahraga Nasional)’, menyoal rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk berolahraga. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam melakukan olahraga secara rutin dan teratur, menyebabkan masih tingginya angka kematian masyarakat yang disebabkan penyakit tidak menular dan obesitas,” kata Bamsoet, sapaan akrab Bambang, di Jakarta, Sabtu (20/8).
Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, Menpora juga menilai, di ruang lingkup olahraga pendidikan, yang objeknya adalah anak-anak hingga dewasa muda yang merupakan usia emas, belum berkontribusi optimal dalam mensupport implementasi sistem pembinaan olahraga prestasi dan upaya meningkatkan kebugaran masyarakat. Permasalahan tersebut sangat terkait dengan kurang gerak dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam berolahraga secara rutin dan teratur.
“Menpora memberikan solusi dengan merumuskan penguatan hubungan vertikal antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mengembangkan kebijakan baru yang sesuai dengan konsep pembangunan keolahragaan yakni Trust, Authority, Responsibility, Supervision, Integration, dan Local Wisdom (TARSIL). Model TARSIL merupakan model konstruksi Otonomi Daerah sebagai upaya Pemerintah Pusat memberikan kewenangan untuk menunjang pemerintahan yang partisipatif dengan mengedepankan tanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia,” kata Bamsoet.
Dalam pidato ilmiahnya, Menpora memaparkan enam model TARSIL. Pertama, trust. Penyelenggaraan otonomi daerah membutuhkan rasa percaya dari tiga unsur utama dalam hubungan Pemerintahan yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Kedua, authority. Artinya bahwa kewenangan yang diberikan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah mengandung berbagai jenis kewenangan antara lain; kewenangan wajib, kewenangan pilihan, dan konkuren. Sementara dalam kewenangan yang tidak dapat diberikan kepada Pemerintah Daerah ialah kewenangan absolut, meliput politik luar negeri; pertahanan; keamanan; yustisi; moneter dan fiskal nasional; serta agama.
Ketiga, responsibility. Yaitu tanggung jawab dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah termasuk memenuhi respon masyarakat terhadap penyelenggaraan Otonomi Daerah. Pemerintah memiliki rasa tanggung jawab terhadap kebijakannya, baik dalam konteks Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
“Keempat, supervisi. Yang berarti bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tidak bisa dilepas tanpa kendali, tetapi Pemerintah Pusat wajib melakukan supervisi, yaitu membuat regulasi turunan, membuat Petunjuk Pelatihan dan Petunjuk Teknis, memberikan reward atau penghargaan, memberikan punishment atau hukuman; dan memberikan pembinaan. Fungsi supervisi adalah bagaimana Pemerintah Pusat melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Daerah,” urai Bamsoet, menirukan paparan Menpora.
Kelima, integration, yang emiliki esensi penyelenggaraan Otonomi Daerah tidak dapat dilakukan dengan patahan-patahan dan sporadis. Keenam, local wisdom atau seringkali disebut indigenous knowledge secara leksikal mengandung makna sistem sosial budaya yang menjadi pijakan dalam kehidupan masyarakat.
“Saudara Amali menegaskan konsep TARSIL tercipta sebagai alternatif untuk menjawab fenomena penyelenggaraan Otonomi Daerah yang memerlukan hubungan dan kebijakan yang sinergis antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Selain itu, TARSIL juga mampu memfasilitasi dan mengatasi ketidakserasian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam sistem pembangunan keolahragaan. Sehingga, nilai-nilai TARSIL dapat menjadi ruh dari berbagai kebijakan keolahragaan di Indonesia dalam mewujudkan kebijakan sistem pembangunan olahraga menuju Indonesia Emas,” pungkas Bamsoet.■
]]> , Ketua MPR Bambang Soesatyo mengapresiasi dikukuhkannya Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali sebagai Profesor Kehormatan dalam bidang Ilmu Kebijakan Olahraga pada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang (Unnes). Pengukuhan dilakukan Rektor Unnes Fathur Rokhman, di Gedung Auditorium Prof Wuryanto Unnes, Sabtu (20/8).
“Menpora dalam orasi ilmiah bertajuk ‘Kebijakan Olahraga Nasional Menuju Indonesia Emas Tahun 2045 (Penerapan Metode TARSIL dalam Kebijakan Pembangunan Olahraga Nasional)’, menyoal rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia untuk berolahraga. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam melakukan olahraga secara rutin dan teratur, menyebabkan masih tingginya angka kematian masyarakat yang disebabkan penyakit tidak menular dan obesitas,” kata Bamsoet, sapaan akrab Bambang, di Jakarta, Sabtu (20/8).
Ketua DPR ke-20 ini menjelaskan, Menpora juga menilai, di ruang lingkup olahraga pendidikan, yang objeknya adalah anak-anak hingga dewasa muda yang merupakan usia emas, belum berkontribusi optimal dalam mensupport implementasi sistem pembinaan olahraga prestasi dan upaya meningkatkan kebugaran masyarakat. Permasalahan tersebut sangat terkait dengan kurang gerak dan rendahnya partisipasi masyarakat dalam berolahraga secara rutin dan teratur.
“Menpora memberikan solusi dengan merumuskan penguatan hubungan vertikal antara Pemerintah Pusat dan Daerah dalam mengembangkan kebijakan baru yang sesuai dengan konsep pembangunan keolahragaan yakni Trust, Authority, Responsibility, Supervision, Integration, dan Local Wisdom (TARSIL). Model TARSIL merupakan model konstruksi Otonomi Daerah sebagai upaya Pemerintah Pusat memberikan kewenangan untuk menunjang pemerintahan yang partisipatif dengan mengedepankan tanggungjawab dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia,” kata Bamsoet.
Dalam pidato ilmiahnya, Menpora memaparkan enam model TARSIL. Pertama, trust. Penyelenggaraan otonomi daerah membutuhkan rasa percaya dari tiga unsur utama dalam hubungan Pemerintahan yaitu Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Kedua, authority. Artinya bahwa kewenangan yang diberikan dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah mengandung berbagai jenis kewenangan antara lain; kewenangan wajib, kewenangan pilihan, dan konkuren. Sementara dalam kewenangan yang tidak dapat diberikan kepada Pemerintah Daerah ialah kewenangan absolut, meliput politik luar negeri; pertahanan; keamanan; yustisi; moneter dan fiskal nasional; serta agama.
Ketiga, responsibility. Yaitu tanggung jawab dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah termasuk memenuhi respon masyarakat terhadap penyelenggaraan Otonomi Daerah. Pemerintah memiliki rasa tanggung jawab terhadap kebijakannya, baik dalam konteks Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah terhadap kebutuhan dan kepentingan masyarakat.
“Keempat, supervisi. Yang berarti bahwa penyelenggaraan Pemerintahan Daerah tidak bisa dilepas tanpa kendali, tetapi Pemerintah Pusat wajib melakukan supervisi, yaitu membuat regulasi turunan, membuat Petunjuk Pelatihan dan Petunjuk Teknis, memberikan reward atau penghargaan, memberikan punishment atau hukuman; dan memberikan pembinaan. Fungsi supervisi adalah bagaimana Pemerintah Pusat melakukan pengawasan terhadap kinerja Pemerintah Daerah,” urai Bamsoet, menirukan paparan Menpora.
Kelima, integration, yang emiliki esensi penyelenggaraan Otonomi Daerah tidak dapat dilakukan dengan patahan-patahan dan sporadis. Keenam, local wisdom atau seringkali disebut indigenous knowledge secara leksikal mengandung makna sistem sosial budaya yang menjadi pijakan dalam kehidupan masyarakat.
“Saudara Amali menegaskan konsep TARSIL tercipta sebagai alternatif untuk menjawab fenomena penyelenggaraan Otonomi Daerah yang memerlukan hubungan dan kebijakan yang sinergis antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Selain itu, TARSIL juga mampu memfasilitasi dan mengatasi ketidakserasian kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam sistem pembangunan keolahragaan. Sehingga, nilai-nilai TARSIL dapat menjadi ruh dari berbagai kebijakan keolahragaan di Indonesia dalam mewujudkan kebijakan sistem pembangunan olahraga menuju Indonesia Emas,” pungkas Bamsoet.■
]]> . Sumber : Rakyat Merdeka – RM.ID